Ini adalah lanjutan dari buku saya "selembar kisah dalam buku asmara", karena hampir semua judul postingan saya sebelumnya menggunakan "selembar kisah dalam buku asmara bagian", ternyata hal tersebut menjadikannya lama terindeks oleh Google. Jadi untuk bab-bab berikutnya saya menggunakan judul bab tersebut sebagai judul postingan. Mohon maklum yah ^_^ , selamat membaca.
“ngantuk
gini enaknya makan apa ya?” kata salah seorang atasanku.
Serempak
rekan kerjaku menjawab “rujak”. Aku selalu punya pendapat lain
untuk masalah makanan, “ngantuk gini paling enak ya makan
dalam mimpi”
tanpa di beri komando semua yang ada di ruangan ini tertawa bahkan
sampai ada yang izin ke kamar kecil. Suasana kerjaku memang selalu
ramai dengan canda dan tawa, kami seperti tak pernah memikirkan
target kami dari perusahaan karna dengan hati yang damai, jalan
rezeki itu selalu ada bersama dengan orang-orang yang hidup tanpa
beban. Apapun masalahnya pasti akan selesai jika semua dikerjakan
dengan cara yang benar dan hati yang riang (kecuali
masalah cinta).
Bel pulang sebenarnya sudah berbunyi setengah jam yang lalu, tapi
kami sepertinya tak ada yang mau meninggalkan bangku-bangku yang kami
duduki, seolah bokong kami sudah berakar.
[ Ka^ udah pulang belum.? ] nada dering handphoneku menghentikan
sejenak candaan sore ini, ku baca isi pesan dari pengirim tak bernama
tersebut.
[ Jam 6 ] balasku singkat, karena aku tak terlalu peduli dengan
nomor-nomor baru yang tak menyebutkan nama di setiap sms-nya.
[ adk boleh main gak.? ] aku sedikit terkejut juga dengan balasan
terakhirnya ini. Ternyata memang dugaanku bahwa pengirim pesan ini
adalah mawar. Segera ku balas sms tersebut menanyakan keberadaannya,
kabarnya, dan lain-lainnya.
Dia berada di kotaku, walau dia bekerja di kota sebelah tapi ada
kakaknya yang tinggal satu kota denganku saat ini. Setelah menentukan
tempat perjanjian, segera ku kemas barang-barangku lalu pergi
meninggalkan mereka yang sedang sibuk dengan makan dalam mimpinya.
Azan maghrib berkumandang memanggilku untuk menghadap sang kuasa
melaksanakan segala kewajiban. Ku ambil air wudhu dan melaksanakan
shalat maghrib berjamaah di masjid paling besar yang ada di kota ini.
“kemana
ya mawar udah jam segini gak dateng juga” sesekali ku lihat
handphoneku untuk memastikan ada balasan dari pesan yang ku kirim ke
mawar sejak setengah jam yang lalu.
[ dek kamu dimana ] ku tulis sms dengan hati yang sedikit jengkel,
mungkin ini pekerjaan teman-temanku karena sebagian dari mereka tau
sebagian kisah cintaku dengan mawar.
[ maaf ka^ tadi masih di angkot, ini adk udah di depan mall di bawah
jembatan penyebrangan ]
[ kk juga di bawah jembatan nih, kamu dimananya ].
kami seperti orang yang ingin mengajak ketemuan teman facebooknya.
“masa
mau nanya kamu make baju warna apa, terus pakai celana gak” gumamku
dalam hati.
Ku putuskan untuk naik ke jembatan penyebrangan ini, tapi setelah dua
kali aku bolak-balik menyusuri setiap jengkal besi jembatan ini, aku
belum juga dapat bertemu dengan mawar. Mungkin bukan jodohku untuk
dapat bertemu dengannya malam ini.
[ adk bohongin kk ya.? Yaudah kk pulang aja ] send to mawar.
“salah
tempat” ya itulah kata yang tepat untuk menjelaskan kondisiku saat
itu.
Mawar yang menjelaskan itu, satu bulan tinggal di kota ini ternyata
belum membuatku mengetahui nama nam tempat disini, bahkan sampai nama
mall saja masih salah.
Tak ada yang istimewa dalam pertemuan pertamaku dengannya. Aku
menceritakan banyak tentang kehidupanku selama ini begitu juga dengan
dia. Dia menceritakan bagaimana pacar-nya sekarang dan aku semakin
memendam dalam-dalam niat untuk menceritakan cintaku kepadanya.
Tapi sekarang aku sudah punya cukup banyak waktu untuk bercerita
segalanya yang ingin kau ketahui mawar, aku akan menceritakan
sedetail apapun yang kau minta. Aku akan menceritakan semuanya
mungkin bukan hanya kepadamu tapi kepada semua orang agar bukan hanya
kau yang tau tapi semua orang juga tau bahwa aku mencintaimu. Aku
mencintaimu tak sesimple kata “I Love You” disetiap akhir sms
ataupun telpon dariku.
Malam berganti bersama dengan terbitnya matahari. Matahari ini masih
sama dengan matahari yang terbit di desaku empat tahun yang lalu dan
rasa cinta inipun masih sama seperti empat tahun yang lalu, tak ada
yang berubah denganku tapi dia telah berubah. Aku mencintainya maka
aku harus siap dengan semua perubahan yang ada pada dirinya.
Hari berganti dan berlalu, tak terasa sudah tiga bulan aku hidup di
kota ini. Mawar hampir setiap dua minggu sekali selalu berkunjung ke
tempatku tapi aku sama sekali belum pernah dapat berkunjung
ketempatnya.
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun menyapa matahari yang bersinar dan
bernyanyi bersama desiran angin. Hari ini aku sudah janji akan
bertemu dengan mawar lagi pada waktu istirahat makan siang nanti.
Sudah berulang ulang kali aku memintanya untuk melanjutkan hubungan
kami dulu yang sempat terputus tapi tak kalah banyaknya dia menolak.
Kali ini aku sudah tak dapat menyimpan lagi hasrat ini. Dengan cara
sedikit memaksa aku memintanya untuk menerimaku, dan mungkin karena
terpaksa dia menerimaku maka ia dengan sangat mudahnya menghempaskan
aku keluar dari kehidupannya.
Sewaktu kami pacaran tak banyak yang ku lakukan. Sudah tak terhitung
banyaknya kami putus nyambung ala BBB. Entah sudah berapa kali juga
aku meyakinkan dia akan cintaku, tapi semuanya berubah tak pernah
lebih dari sebulan. Berita terakhir yang ku terima adalah dia sudah
mempunyai pacar lagi setelah kami putus seminggu yang lalu. Semuanya
sudah jelas, jika memang dia mencintaiku takkan mudah baginya
menerima lelaki lain di hatinya secepat itu. seperti hatiku yang
hanya untuk dirinya selama empat tahun ini.
Aku sudah bosan menunggu.Aku sudah sangat letih.Aku tak kuasa lagi
menahan deru air mata ini. “Lelaki
itu pantang menampakkan air matanya, apalagi di depan wanita” satu
kata dari ibuku yang selalu ku pegang teguh. Lelaki memang sangat bisa membuat wanita terluka dan menangis, tetapi apabila ada seorang wanita yang membuat ia menangis itu berarti bahwa wanita tersebut sangat berarti baginya.
Aku tak menengis untuk dia, tapi aku menangisi hidupku sendiri. Aku
menangisi semua hal yang ku perjuangkan untuk hasil yang tidak ada
ini. Hidup itu terlalu indah untuk di tangisi apalagi menangisi
cinta.