Jangan pernah berfikir hidupmu telah menang setelah apa
yang kau nantikan sekarang kau dapatkan. Hidupmu sebenarnya sedang
berada di ujung jarum. Jika kau goyah maka kau akan kembali terjatuh.
Teringat sahabatku dulu ada yang memberi sedikit nasehat
“manusia yang itu cuma dikasih hidup cuma sekali, maka
manfaatkanlah hidupmu. Manusia juga cuma dikasih kaya sekali, maka
berbuat baiklah”.
Tapi apakah manusia juga hanya diberi cinta satu kali
saja? Seperti aku yang hanya mencintai dia saja? Apakah cinta hanya
memberi satu kesempatan saja? Seprtinya tidak. Aku yakin dia masih
memberiku harapan. Harapan yang seharusnya tidak pernah dia berikan
padaku. Karena harapannya hanyalah harapan belaka.
“Aku
mencintamu dek” kataku pada mawar ketika. Mawar hanya berdiri
terpaku di hadapanku “adek juga mencintai kakak”.
“akankah
kita seperti ini selamanya” ia melanjutkan kata-katanya.
“kakak
tak dapat pastikan tapi kakak akan janjikan itu untukmu”.
Janji tinggallah janji. Janji ada untuk diingkari bukan
seperti peraturan yang dibuat untuk dilanngar. Aku menjajikan cintaku
padanya tapi dia sendiri tak merelakan cintanya untukku. Cinta yang
bertepuk sebelah tangah itu seperti menulis cerita menggunakan air
terlihat sekilas lalu hilang.
Semua yang ku lakukan untuknya pada akhirnya hanyalah
kesia-siaan belaka. Dia tak pernah tau bagaimana aku mencintainya dan
tak akan pernah tau seperti apa aku mencintainya. Ketidaktahuaanya
bukan karena aku tak menceritakan semuanya padanya. Tapi karena dia
tak pernah mendangarkanku karena cinta. Aku tak tau apa yang dia
takutkan padaku. Aku normal, dengan sangat tegas aku katakan aku
normal.
Sepertinya memang tak ada kesempatan kedua bagiku
darinya. Aku tak pernah melihat tanda-tanda bahwa dia mencintaiku.
Yang aku rasakan setiap hari adalah harapan palsunya yang memberi
kekosongan dalam hidupku.
“mawar
jika kau ingin mendengarkanku dengarkanlah dengan cinta, jika kau
ingin mengingatku ingatlah dengan cinta, jika kau ingin memakiku
makilah denga cinta. Karena aku mencintaimu dan tak ada keraguan
tentangmu”. Tak pernah ada jawaban setiap kali aku meyakinkan
padanya betapa aku mencintainya.
Aku sudah tak mendapatkan kesempatan itu. Padahal jin
dalam botol saja memberi tiga permintaan, “mimpi...”.
Dia tak pernah tau bahwa aku selalu menanyakan kabarnya
setiap saat pada sarah, sahabatnya. “bagaimana kabarnya” pada
suatu saat ketika aku menelpon sarah. Setiap aku menelpon ataupun
sarah yang menelponku tak pernah aku telat menanyakan kabarnya. Tak
pernah absen aku ingin tau dia sedang apa, sudahkah dia makan. Aku
peduli dengannya tanpa dia ketahui.
Sampai pada suatu hari dibulan oktober. Masalah silih
berganti menerorku. Aku sampai kehabisan akal untuk menyelesaikannya.
Aku hanya ingin mengakhiri ini semua, walau dengan mengakhiri hidupku
juga.
Aku berada di kota tangerang saat sarah memberikan suatu
solusi dari masalah pelik yang sedang ku alami. “dia gak mau ada
yang ngajak dia balikan, tapi dia mau ada yang ngajak dia nikah”
kata sarah disela obrolan kami.
“menikah?”
sesungguhnya aku tak terlalu kaget dengan itu. Asal dia tau segala
sesuatu telah ku persiapkan untuk satu hal ini. Maka tanpa buang
waktu ku hubungi mawar. Aku tak ingin mengajak balikan seperti yang
saran dari sarah tapi aku langsung memintanya untuk dapat menikah
denganku. Untuk dapat menyempurnakan rakaat shalatku.
Pada awalnya dia terkejut dengan permintaanku, tapi
akhirnya dia mau juga menerima ajakanku untuk menikah. Tanpa dia
sadari aku sudah menyiapkan sebuah kejutan untuknya.
“adek
janji adek bakal setia ama kakak”. Entah itu kali keerapa dia
membuat janji janji palsu. Seperti janji wakil wakilku di kursi sana.
Negeri 'bebas' korupsi. Maksudnya munkin bukan terbebas dari korupsi
tapi 'bebas' melakukan korupsi. Hanya tuhan yang tau.
Kembali ke mawar, entah sudah keberapa kalinya juga dia
memutuskan tali yang sudah semakin pendek karena terlalu banya
sambungan disana sini.
Aku tak pernah mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan
bagaimana aku mencintainya. Mungkin dia sudah menutup pintu hatinya.
Mungkin dia sudah tak membutuhkan penjelasan lagi. Mungkin dia sudah
tak ingin aku cintai lagi.
Aku mencoba memantapkan diri, “oke, aku siap. Aku
lebih dari siap sekarang”.
“kan
ku gapai bintang. Itu yang kan kau lihat. Hidup bagai coretan di atas
kertas, jenis tinta apapun kau pakai tetap membekas. Tak ada sesal
karena ku pernah mengenalmu. Jadikan alasan kita tuk membuka lembar
yang baru. Ku tatap langit, bebas lepas tanpa intrik. Jika memang
lembarku habis tak berbisa, ku harap masih ada asa walau bukan
cinta”. Sebuah lagu dari rapper asal palembang, nesto namanya jika
aku tak salah, menemani ku malam ini.