Ini adalah kisah perjalananku yang cukup menyedihkan dari pulau sumatera untuk mengadu nasib di pulau jawa, yang "kata orang" adalah tempat yang bagus untuk mencari pekerjaan. Karena pulau jawa menyediakan beragam jenis pekerjaan mulai dari pekerja kantoran sampai tukang sapu jalanan, dari koruptor sampai tidur di trotoar, dari pejabat sampai penjahat juga ada. Semuanya ada disini...
Seperti biasa, apabila kalian berkenan untuk menyebarluaskan kisah ini kalian bisa menyebarkan melalui blog ataupun media lainnya (kecuali media cetak). Tetapi kalian Wajib....!! mencantumkan sumber cerita ini berasal yaitu :
1. Blog Plusmassal dengan link http://plusmassal.wordpress.com
2. Blog Triple Zet dengan link http://joencl.blogspot.com
"Bakauhueni - Merak"
Matahari tak
bersinar pagi ini. Penduduk kampungku juga tak banyak yang sudah
melakukan aktivitas di luar rumah. Sebagian besar dari mereka memilih
untuk berdiam diri dalam rumah masing-masing. Hari ini rencananya aku
dan seorang kakak sepupuku akan melakukan perjalanan menuju kota
tangerang.
“demi hidup yang
baru” kataku dalam hati. Seluruh barang-barangku sudah aku kemas
semalam. Aku sudah siap berangkat, tapi sepupuku belum kunjung
datang.
Ibuku mencoba
menenangkanku “masih pagi joe, mungkin nanti agak siangan
berangkatnya”.
Aku tak menjawab.
Tapi dalam hati sebenarnya aku sudah ingin segera berangkat. Bagi
sebagian pemuda di daerahku mengadu nasib ke pulau jawa adalah sebuah
impian. Kami ingin merubah nasib kita dari buruh kebun menjadi buruh
pabrik. Sebenarnya tak ada yang berubah toh sama-sama buruh. Hanya
mungkin yang membedakan adalah upah yang kami terima.
Aku tak menyadari
jika ibuku sedari tadi memperhatikanku. “gak sabar ya?”
katanya meledekku. Aku tersenyum kecut diledek sedemikian itu. “aku
pasti akan sangat merindukanmu bu. Tapi aku juga sudah sangat
merindukannya” gumamku.
Sudah hampir pukul
sembilan. Hujan tak juga reda. Aku semakin gelisah saja. Aku merenung
di dalam kamar memandang jauh keluar jendela. Aku masih berandai
andai apa yang akan dan harus ku lakukan di tanah rantau nanti.
Pintu kamarku di
ketuk perlahan dari luar. Ternyata ibuku memberikanku secangkir the
hangat, “untuk menghangatkan badan” katanya.
Ku
teguk teh
hangat buatan ibuku tadi. Alirannya menghangatkan kerongkonganku,
melaju di dada kemudia tenggelam di lambungku. Hawa dingin masuk ke
dalam kamarku melalui lubang angin di jendela. Sudah bukan rahasia
umum lagi jika cuaca sedang dingin begini pasti bawaannya pingin ke
belakang alias buang air kecil melulu. Begitu juga yang terjadi
denganku pagi ini.
“aku berangkat
dulu ya Bu, Pak”. Aku menjabat tangan
ibu dan ayahku bergantian, kemudian aku peluk adikku yang paling
kecil dan terakhir aku berpesan kepada adikku yang paling tua “jaga
adikmu, jaga juga ibu dan bapak. Jangan lupa kau rawat kebun”.
Aku berboncengan
sepeda motor dari kampung menuju tangerang “aku berangkat” ku
lambaikan tangan kepada keluargaku.
Karena barang
bawaanku dan barang bawaan sepupuku cukup banyak atau bisa dibilang
terlalu banyak juga. Alhasil aku duduk di besi jok belakang sepeda
motor yamaha mio sepupuku. Perjalanan baru lima puluhan kilometer
pantatku sudah terasa ngilu sekali.
“wah sepertinya
akan turun hujan lagi nih” kata sepupuku dari arah depan. Aku hanya bisa
mengiyakan sambil menahan ngilu yang semakin menjadi. Bahkan
sebenarnya aku berdo'a agak turun hujan karena aku sudah tak tahan
lagi.
Hujan memang turun
cukup deras siang itu sekitar pukul sebelas siang. Saat itu kami
sudah menempuh perjalanan hampir seratus kilometer. “alhamdulillah”
kataku pelan. “lho...?” sepupuku kebingungan karena aku terlihat
sangat senang kami diterjang hujan di perjalanan.
“pantatku sakit.
Dari rumah gak dapet duduk di jok. Tapi duduk di besi” kataku
sambil memegang bokongku.
Dia malah tertawa
terbahak. “sialan” ku pukul dadanya pelan. Kami tertahan di depan
sebuah bangunan yang baru dibangun. Selain kami ber-dua ada sekitar
enam orang pengendara motor juga yang ikut berteduh di bangunan ini.
Setelah hujan cukup
reda kami kembali melanjutkan perjalanan. Kami sampai di pelabuham
bakauheni lampung sekitar pukul satu siang. Tanpa menunggu antrian
motor kami bisa langsung masuk kapal.
Sesampainya di
kapal kami langsung membuka perbekalan yang kami bawa. Panggilan alam
untuk segera menyantap seluruh perbekalan yang ada. Ditambah lagi
cuaca hari ini yang sangat membuat perut cepat merasa lapar.
Gerimis
menemani perjalan kami. Aku hanya menikmati pemandangan laut dari
jendela kapal. Aku tak mau bajuku basah oleh air hujan
“andai kau sekarang bersamaku mawar”.
Sepupuku
datang menghampiriku yang sedang melamun dibalik jendela kapal ini
“kenapa ngelamun joe?”.
“ah...,
gak ada apa apa kok mas” kataku. Sebenarnya sih ada apa apa. Aku
sangat rindu. Sangat merindukan mawar, perempuan yang selama ini ku
cari untuk mengisi kembali singgasananya di hatiku.
Aku berteriak keras
sebelum kami meninggalkan pelabuhan merak “Mawaaaar....Tunggu aku
menemukanmu”. Dan aku berharap semoga semuanya belum terlambat.
Gerimis masih setia
menemani perjalananku sampai di kota tangerang. Aku baru tau ternyata
kendaraan di kota besar itu tak pernah ada habisnya walau langit
sedang tersedu. Perjalanan dari merak sampai tangerang semestinya
cuma tiga jam tapi karena macet yang berlebih perjalan kami tempuh
selama hampir enam jam. “gila ini sungguh gila”. Aku tak pernah
menyangka perjalananku sesulit ini.
Pengalaman yang
ingin ku bagikan kepada kalian adalah : jangan melakukan perjalanan jauh tanpa persiapan, apalagi jika menggunakan sepeda motor. Terlebih
jika kalian berboncengan dan kalian yang di bonceng duduk di besi jok
belakang. Itu sungguh menyiksa dan membuatmu tak dapat duduk
semalaman.